Senin, 08 Desember 2008

Dagang APBN ke anak-anak SMA…(part one)

Media Pembaharuan Jakarta,- Hampir dua bulan, saya travelling ke delapan kota, termasuk Jakarta. Ini adalah gawean rutin tahunan yang merupakan kolaborasi kantor saya –Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat bekerjasama dengan Biro Humas Departemen Keuangan. Praktis sejak 25 Oktober – 4 Desember 2008, nyaris cuma lk tujuh hari saya ada di Jakarta. Apa sich yang saya kerjakan? Bukan pekerjaan muluk-muluk, memang, tapi sangat strategis bagi terciptanya budaya masyarakat kita yang gemar membaca sekaligus kritis terhadap kebijakan anggaran, guna mendorong transparansi dan akuntabilitas pemerintahan kita. Saat ini, maupun kelak di masa-masa datang. Woooooowww… Apa pula ini?
Mungkin Anda akan tertawa jika saya katakan, bahwa subyek yang kami libatkan dalam program ini adalah anak-anak pelajar SMA? Mengapa bukan masyarakat yang sudah dewasa, atau minimal mahasiswa di perguruan tinggi??? Begitu barangkali Anda bertanya.
Sejujurnya, ini adalah bagian dari apa yang oleh kantor saya sebut sebagai kampanye mengembangkan minat baca di kalangan anak-anak, khsususnya membaca koran. Krennya, kami menyebutnya sebagai Newspaper in Education (NiE). Sebuah program mengampanyekan agar anak-anak dan pelajar sejak dini sudah mau berkenalan, membaca, sekaligus memanfaatkan informasi yang terkandung dalam koran untuk memandu kehidupan mereka sehari-hari.
Nah, sejak tahun lalu, kantor saya menggandeng Biro Humas Departemen Keuangan, menjadikan kampanye gemar membaca ini sebagai sebuah payung untuk memperkenalkan kebijakan anggaran yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN, kemudian kami jadikan semacam “kendaraan” untuk mendorong anak-anak agar gemar membaca.
Kami kemas dalam tajuk Olimpiade Membaca APBN Tk SMA, tahun ini adalah tahun kedua program ini kami jalankan. Tahun 2007, SPS Pusat dan Depkeu masuk ke empat kota –Jakarta, Medan, Denpasar, dan Jogjakarta– dengan jumlah partisipan pelajar SMA yang terlibat program ini mencapai 536 pelajar dari 78 SMA di empat kota tersebut, plus 288 guru pembimbing. Lantaran dianggap sukses oleh Menteri Keuangan, maka tahun ini program tersebut dikembangkan menjadi delapan kota tujuan –Jakarta, Palembang, Pekanbaru, Banjarmasin, Makassar, Surabaya, Denpasar, dan Jogjakarta. Lompatan jumlah kota ini juga diimbangi oleh meroketnya jumlah peserta yang mencapai 1161 pelajar dari 187 SMA dan sederajat di delapan kota, plus 325 guru pembimbing.
Dua kategori kami pertandingkan. Lomba debat dan lomba menulis artikel. Kesemuanya tentang APBN. Tahun ini juga dibuka kategori khusus untuk wartawan. Naskah features yang pernah ditulis wartawan di media cetak masing-masing dari tanggal 2 Januari – 30 Oktober 2008, berhak diikutkan dalam event ini.
Yang jelas, luar biasa capai mengelola program yang berjalan dalam tempo relatif singkat ini secara series. Tapi, rasa capai saya pun terbayar lunas melihat potensi kecerdasan dari para peserta di delapan kota tersebut. Baik saat mereka dalam berdebat maupun menyampaikan presentasi naskah artikelnya. Sebagian dari mereka, saya nilai punya bakat luar biasa untuk kelak menjadi calon anggota parlemen, penulis buku, teknokrat, bahkan presiden sekalipun.
Selagi mereka masih muda, alangkah lebih baik mengerti tentang politik anggaran. Ketimbang –maaf-maaf saja– para anggota parlemen kita di tingkat kota/kabupaten/propinsi maupun DPR RI, yang masih banyak ngaco dalam membahas soal anggaran. Kalo demikian, bagaimana negeri ini akan maju jika para perancang anggaran saja tak tahu dasar-dasar politik anggaran. Mending anak-anak SMA ini yang justru lebih berpotensi dan punya kemampuan lebih dalam membaca anggaran. Nah, lho….!!! ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar