Selasa, 21 April 2015

Rencana Capaian Bidang Air Minum, Air Limbah Dan Persampahan 2015-2019

Media Pembaharuan Jakarta,- Indonesia memiliki target dan sasaran air minum, air limbah dan persampahan tahun 2015 – 2019. Rencana Kenaikan akses air minum, air limbah, dan persampahan sebesar 6,6%, 9%, dan 4,25% per tahun. Rencana capaian yang paling besar adalah akses air limbah yaitu 36%. Demikian disampaikan Menteri PUPR Basuki Hadimulyono jelang membuka Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2015, Selasa (21/4) di Jakarta.
Foto Subandi. Indonesia Water and Wastewater Expo and Forum (IWWEF) 2015 diselenggarakan secara setiap dua tahun sejak Tahun 2007. Kegiatan tersebut merupakan ajang pertemuan para pelaku, praktisi, pengguna, professional, dunia usaha, masyarakat, dan instansi pemerintah.
“Saya berharap melalui forum ini akan terjadi tukar-menukar pengetahuan dan pengalaman serta capaian kemajuan teknologi dalam bidang air minum dan sanitasi. Sehingga dapat meningkatkan motivasi dan komitmen yang lebih baik dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Serta, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air serta penyediaan air minum yang berkelanjutan dalam rangka memenuhi kehidupan masyarakat dan bangsa,” ujar Basuki.
Penyelenggaraan IWWEF 2015 tahun ini mengambil tema “Menuju Pelayanan Air Minum dan Sanitasi 100% Tahun 2019” yang sangat relevan dengan program yang akan dilaksnakan dalam 5 tahun ke depan. Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan harus selalu dijaga keberadaanya. Pertumbuhan penduduk telah menimbulkan berbagai dampak perubahan tatanan dan keseimbangan lingkungan yang mempengaruhi ketersediaan air di seluruh belahan dunia. Dalam dua dekade terakhir, lebih dari separuh populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan.
Kebutuhan masyarakat akan akses air bersih dan sanitasi yang besar dan akan memicu terjadinya kelangkaan air, khususnya di wilayah perkotaan. Kelangkaan air merupakan ancaman nyata dalam pembangunan manusia dan sistem ekologi. Kelangkaan air juga akan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan air, baik antar masyarakat, antar kota dan kabupaten maupun ketegangan antar negara.
Dikatakannya, Pemerintah telah secara terus menerus berupaya dalam meningkatkan akses di bidang air minum, khususnya dalam 10 tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk memenuhi target Millennium Development Goals (MDGs), yakni berkurangnya setengah jumlah penduduk yang tidak terlayani air minum dan sanitasi yang layak pada tahun 2015.
Peningkatan akses air minum dalam periode 2011-2013 sebesar 4,2% per tahun, sehingga pada akhir Tahun 2013 akses air minum mencapai 67,7%. Kita optimis Indonesia dapat mencapai bahkan melebihi target MDGs untuk air minum sebesar 68,87% pada Tahun 2015.
RPJP 2005-2025 dan RPJMN 2015-2019 telah mengamanatkan program 100-0-100, yaitu 100% akses aman air minum, bebas kumuh, dan 100% akses sanitasi yang layak pada akhir Tahun 2019. Dorongan untuk percepatan pencapaian program 100-0-100 tersebut menjadi tantangan besar yang harus kita upayakan bersama.
Untuk mencapai universal access selama 5 tahun ke depan, dibutuhkan peningkatan sebesar 30% atau 6% per tahun terhadap akses aman air minum secara nasional. Sasaran universal access tersebut terdiri atas 60% akses aman air minum melalui jaringan perpipaan dan 40% akses aman air minum melalui bukan jaringan perpipaan terlindungi, serta tercapainya 100% PDAM sehat. (Subandi)

Senin, 20 April 2015

Ini ciri-ciri Razia Lalu lintas oleh Polisi yang Sah dan Legal

Media Pembaharuan Semarang,- Empat anggota Polrestabes Semarang, yang terdiri dari tiga anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) dan satu anggota Unit Sabhara ditangkap Kasi Propam Polres Temanggung di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Keempat polisi berpangkat brigadir itu menggelar operasi razia lalu lintas di wilayah hukum Polres Temanggung, Jawa Tengah.
Foto MEDIA Pembaharuan.Awal mula terungkapnya kasus razia ilegal yang dilakukan empat anggota Polsek Tembalang ini karena ada salah seorang anggota Polres Temanggung yang terkena tilang.
Kemudian, polisi tersebut melapor ke Kasi Propaminal Polres Temanggung dan keempat anggota Polsek Tembalang itu diciduk.
Nah, banyak pertanyaan yang muncul bagaimana membedakan razia yang ilegal dan legal. berikut penjelasannya
Sesuai peraturan pemerintah PP No 42 Tahun 1993, pasal 15 disebutkan razia sah harus dilengkapi papan tilang yang diletakkan minimal 100 meter sebelum lokasi. Kemudian pada pasal 13, harus ada surat tugas. Sebelum menunjukkan SIM dan STNK, suruh polisi menunjukkan surat tugasnya.
Foto MEDIA Pembaharuan.Jangan mau ditilang oleh polisi tidak bertanggung jawab.Jika mengetahui ada anggota Polri atau PNS Polri yang melakukan tindakan menyimpang, segera catat nama, pangkat dan kesatuan anggota tersebut dan melaporkan ke Div Propam Polri melalui No Telp (021-7218615) atau pengaduan Online di Website Div Propam Polri.

Minggu, 19 April 2015

KSAD sindir mahasiswa di Indonesia lebih parah dari pasien RSJ

Media Pembaharuan Jakarta,- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, menyindir mahasiswa di Indonesia yang kerap melakukan aksi demontrasi lalu merusak dan membakar fasilitas kampus.
Foto MEDIA Pembaharuan. Dalam catatanya tiga tahun ini sudah ada 21 pembakaran fasilitas kampus yang dilakukan oleh mahasiswanya. Menurutnya perilaku tersebut sudah tidak lagi mencerminkan orang-orang terdidik.
"Mahasiswa tawuran atau berkelahi mungkin itu biasa, bisa karena rebutan pacar. Tapi kalau sampai bakar kampus? Apa ini namanya?" katanya saat menggelar dialog dengan aparat pemerintah daerah, DPRD, tokoh agama dan tokoh pemuda di hotel Rich Yogyakarta, Senin (20/4).
Dia pun membandingkan perilaku mahasiswa tersebut dengan pasien rumah sakit jiwa. Menurutnya belum pernah ada orang gila yang membakar rumah sakit jiwa.
"Pasien gila saja tidak pernah membakar rumah sakitnya sendiri. Ini mahasiswa gimana? Tapi bukan saya sebut mahasiswa gila lho," ujarnya.
Dari analisisnya, perilaku tersebut disebabkan karena Proxy War yang sudah berlangsung di Indonesia. Perilaku tersebut dipengaruhi dengan perubahan kebudayaan yang direkayasa oleh negara asing untuk merusak generasi muda di Indonesia.
"Salah satunya budaya kita disusupi dengan paham asing yang merusak," ungkapnya.
Selain lewat kebudayaan, cara merusak generasi muda di Indonesia dilakukan dengan narkoba. Menurutnya saat ini Indonesia menjadi sasaran serta pasar empuk bagi gembong-gembong narkoba.
"Persebaran narkoba sasarannya adalah anak muda. Itu salah satu cara untuk merusak Indonesia. Kalau sudah kena narkoba, mereka bisa berkelahi, membunuh orang, merusak tanpa rasa bersalah," tandasnya. (Abs).

Jangan Jadikan Cita-Cita Bung Karno Hanya Pertemuan Reuni Semata

39_2005,KTT Asia Afrika 2005_Golden Jubilee-6JAKARTA – Pemerintah Indonesia diingatkan tidak sekadar melihat peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika sebagai reuni semata. Namun harus memahami, pertemuan pertama kali digagas Soekarno untuk memerlihatkan Indonesia mampu berjuang dan merdeka dari penjajahan, karena ada persatuan dan kesatuan. 
Karena itu ia berharap kerja sama antara negara-negara di Asia dan Afrika dapat terjalin, demi kemajuan masing-masing.
“Bung Karno membuktikan kepada bangsa-bangsa di dunia tentang Indonesia. Mampu berjuang melawan penjajah, tapi kenapa kemudian menyerahkan Blok Mahakam ke Prancis dan Jepang atau Tembaga Pura ke Amerika,” ujar Direktur Eksektutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, Minggu (19/4).
Karena itu demi cita-cita luhur tersebut, pemerintah menurut Sofyano, harus mampu memanfaatkan momentum peringatan KAA. Tidak saja demi hadirnya peningkatan kerja sama di bidang ekonomi, namun berbagai bidang lain. Sehingga seperti Soekarno, Indonesia mampu mengadapi tekanan apapun dari negara-negara besar seperti Amerika.
“Presiden Soekarno mampu membuktikan berani menantang kehendak dan tekanan negara besar Amerika. Kenapa kemudian pemimpin setelahnya sering ‘patuh’ terhadap tekanan pemimpin negara-negara lain,” ujarnya.
Sofyano meyakini, jika Indonesia kuat dari segi ekonomi dan memiliki ketegasan sikap, penjualan aset-aset negara tak akan terulang kembali. Misalnya penjualan Indosat dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
“Bangsa ini mampu berdikari dan tidak menjual atau menggadaikan isi perut bumi tanah airnya kepada. Kita harus kembali membuktikan hal tersebut. Banyak contoh lain yang harusnya direnungkan oleh pemimpin-pemimpin di negeri ini, karena mereka ikut dalam pesta KAA saat ini. Sementara rakyat hanya jadi penonton saja,” ujarnya. (Abs)

Jumat, 17 April 2015

Matinya Kapitan Marunda

Media Pembaharuan Jakarta,- Di masa kejayaan VOC, banyak  pemberontak pribumi yang berbelok menjadi abdi kompeni. Salah satunya putra Maluku bernama Jongker, penguasa Marunda.
GEDUNG munggil bertembok kusam itu terpuruk di sudut Pelabuhan Alfa Pejongkeran, Marunda. Catnya yang bercorak  merah putih sebagian mulai terkelupas dimakan waktu. Tepat di bagian atas pintu besinya bertengger sebuah lafaz Arab berbunyi:bismillahirohmanirrohim. Sekilas orang akan menduga gedung itu tak lebih gudang tua semata. Terlebih dengan rimbunan pohon kersen dan semak belukar di sekelilingnya, kesan itu seolah semakin kuat.
Matinya Kapitan MarundaSaya mengarahkan lensa kamera ke bagian dalam gedung tua yang tergembok itu, lantas mengatur ketepatan jaraknya.Klik…Klik..Klik. Lewat  lubang kunci yang berdiameter sekitar 4X3 cm, jadilah saya mengambil gambar pemandangan yang ada di dalam ruangan gedung tersebut: sebuah makam tua bermarmer putih kusam dengan tiga tangkai sedap malam layu di atas nisannya. Lalu makam siapakah itu gerangan?
“Kata orang-orang tua dulu sih, itu makam Panggeran Jafar alias Kapiten Jongker,”ujar Inan (43), seorang tukang ojek yang sehari-hari mangkal di sana.
Keterangan Inan memang tidak salah. Di bawah makam tua itu, memang dikebumikan seorang lelaki bernama Kapitan Jongker (atau Jonker). Itu nama seorang putra Maluku yang menjadi jagoan kompeni  dan penguasa Marunda sekitar 400 tahun yang lalu. Bahkan begitu berkuasanya Jongker hingga, ”Namanya diambil untuk menyebutkawasan ini yakni Pejongkeran,”katawarga asli Marunda tersebut.
Dalam catatan sejarah versi Belanda, nama Jongker  memang ada disebutkan. Menurut salah satu ahli sejarah Hindia Belanda terkemuka yakni F.De Haan, nama itu memang tertulis dalam sebuah akte VOC bertahun 1664  sebagai Joncker Jouwa de Manipa. “Nama Manipa bisa jadi mengacu kepada tempat dia berasal yakni Pulau Manipa di Seram Barat,Maluku,” tulis De Haan dalam   Oud Batavia 
Awalnya Musuh VOC
Sekilas nama Jongker sangat berbau Belanda dan identik dengan nama Kristen. Namun banyak sejarawan percaya bahwa sesungguhnya Jongker adalah seorang Muslim. Salah seorang sejarawan Belanda yang mengimani soal itu adalah  J.A. Vander Chijs. “Dari lahir sampai meninggal, Jongker adalah seorang pengikut Muhammad,”tulisnya dalam Kapitein Jonker.
Jonker memang putra Maluku tulen. Dia lahir di Pulau Manipa pada 1620 dalam nama Achmad Sangadji Kawasa. Nama terakhir mengacu kepada nama sang ayah yakni Kawasa,seorang Sangadji (jabatan setingkat Bupati) yang diangkat langsung oleh Sultan Ternate bernama Hamzah. Saat pengangkatan tersebut usia Jonker baru 18 tahun.
Sangadji muda begitu terkesan dengan kewibawaan sang ayah. Ia memiliki cita-cita untuk  bisa sekuat dan sewibawa ayahnya. Karena itu, ketika sang ayah menyatakan Mapia ikut berperang melawan VOC dalam Perang Hoamoal(1651-1656), dengan semangat mengebu, Achmad Sangadji melibatkan diri. Salahsatunya dengan melakukan pelayaran ke Makassar guna mencari bantuan amunisi dan dukungan politik.
Sayang, kekuatan Manipa tidak seimbang dengan VOC. Alih-alih bisa menghancurkan orang-orang Belanda, benteng Manipa malah hancur dan para pemimpinnya ditawan oleh VOC.Termasuk Achmad Sangadji dan seluruh keluarganya. Sejak itulah, ia yang sebelumnya dikenal musuh VOC berbalik mendukung  perusahaan dagang multinasional pertama di dunia itu. Bahkan bukan hanya secara politik, Achmad Sangadji juga melibatkan diri dalam kemiliteran VOC.
Belum ada keterangan sejarah yang menyebutkan musabab Achmad Sangadji menjadi pengikut VOC. Apakah itu merupakan sebuah bentuk kompromi politik? Sepertinya para ahli sejarah harus lebih dalam meneliti soal ini. Namun yang jelas, H.J De Graaf menyatakan sejak bergabung dengan militer VOC, Sangadji ditempatkan oleh Arnold de Vlamingh van Oudtshoorn (Gubernur VOC untuk Maluku) menjadi anggota kompi Kapitain Tahialele, putra dari Raja Luhu yang juga ikut menyerah kepada VOC.
“Kompi orang-orang Ambon ini ditempatkandi Batavia,”tulis De Graaf dalam De geschiedenis van Ambon en de Zuid-Molukken.
 Selanjutnya serdadu-serdadu  asal Maluku banyak dilibatkan dalam berbagai operasi militer VOC di berbagai tempat, mulai dari Kupang hingga ke kawasan India Selatan. Pada 9 Agustus 1657, Kompi Tahialele  yang berkekuatan 80 prajurit ikut bergabung dengan pasukan besar VOC pimpinan Rijklof van Goens. Mereka  bergerak menuju India dan Srilanka guna berperang menghadapi serdadu-serdadu Portugis.
Setahun mereka bertempur melawan orang-orang Portugis hingga pada 24 Juni 1658, VOC berhasil merebut Jafnapatnam, Diu dan Goa. Namun kemenangan itu harus dibayar mahal dengan gugurnya beberapa prajurit terbaik VOC termasuk Kapitain Tahialele. Untuk menggantikan posisi Tahialele, maka pada 1659 VOC mengangkat Achmad Sangadji sebagai komandan kompi dengan pangkat Kapiten.

Terlibat Berbagai Operasi Militer
Sejak memimpin Kompi Ambon, karier militer Achmad Sangadji melesat bak anak panah. Bersama pasukan Maluku-nya, Achmad Sangadji menjadi andalan VOC dalam menaklukan beberapa daerah di Nusantara. Salah satu daerah yang menjadi “pengatrol” karier militer Achmad Sangadji adalah Sumatera Barat, tanah air orang-orang Minangkabau.
Tersebutlah VOC yang pada April 1666 dipermalukan oleh orang-orang Minangkabau. Saat berupaya memadamkan pemberontakan rakyat Pauh, alih-alih mendapat kemenangan, 200 serdadu kompeni lintang pukang. Dari 200 serdadu yang dikirim, hanya 70 serdadu yang kembali hidup-hidup. Pimpinan pasukan VOC yang bernama Jacob Gruys termasuk korban yang tewas selain 2 Kapiten dan 5 Letnan.
VOC bertekad membalas kekalahan memalukan itu. Pada Agustus1666,  Gubernur Jenderal Joan Maetsuyckerdi Batavia memerintahkan Angkatan Perang VOC untuk  mengirim lagi 300 serdadunya ke Pauh: terdiri dari  130 serdadu Bugis pimpinan Aru Palaka (RajaBone) dan 100 serdadu Ambon dibawah Kapiten Sangadji. Sisanya terdiri dari serdadu Belanda totok yang langsung dipimpin oleh komandan gabungan bernama Abraham Verspreet.
Para serdadu Belanda totok tersebut mendapat prioritas pengamanan.Itu dibuktikan dengan adanya perintah langsung Gubernur Jenderal kepada Verspreet untuk mengatur setiap pertempuran dalam formasi: Pasukan Bugis dan Pasukan Ambon harus selalu berada di depan Pasukan Belanda. Itu jelas bertujuan menjadikan para serdadu bumiputera sebagai perisai hidup bagi para serdadu Belanda totok.
Peperangan yang kedua antara serdadu VOC dengan rakyat Minangkabau itu pun berlangsung cukup seru. Rusli Amran melukiskan saat berlangsung pertempuran , korban berjatuhan dari kedua belah pihak. VOC sendiri kehilangan 10 orang serdadu  dan  20 lainnya luka-luka termasuk Kapiten Aru Palaka dan Kapten Achmad Sangadji, yang terkena 3 buah tusukan tombak.
“ Dalam setiap pertempuran, para serdadu bumiputera  ini sering kali terpisah dengan pasukan induk. Itu disebabkan mereka begitu sibuk sendiri melakukan pembantaian dan pemenggalan kepala…” tulis Rusli Amran dalam Sumatera Barat hingga Plakat Panjang.
Akhir pertempuran, Ulakan dapat diduduki pada 28 September1666. Dengan kemenangan itu, VOC mengganjar Aru Palaka menjadi Raja Ulakan versi kompeni. Dua hari kemudian serdadu VOC berhasil menguasai Pariaman. Sebagai penghargaan atas jasa-jasa Pasukan Ambon, Verspreet mengangkat Achmad Sangadji sebagai Panglima Kompeni Wilayah Pariaman ( orang lokal menyebutnya sebagai Raja Ambon) dan  berhak mendapat upeti dari masyarakat setempat.
Awal  November, pasukan gabungan VOC itu  pulang ke Batavia. Gubernur Jenderal  Joan Maetsuycker  memberikan banyak hadiah kepada mereka. Aru Palaka dan  Achmad Sangadji sendiri mendapat pakaian dan emas serta masing-masing mendapat 20 ringgit untuk setiap tawanan yang dibawa dari Minangkabau.

Kesayangan Gubernur Jenderal Speelman
Kesuksesan Kapiten Sangadji di Sumatera Barat, membuat namanya populer di kalangan militer dan pejabat teras VOC. Sebagai bentuk penghormatan,pada 1 Januari 1665, VOC mengangkat Sangadji sebagai kepala orang-orang Ambon di Batavia. Sejak itulah pamor Si Kapiten Maluku mulai mencorong.I tu menyebabkan ia kebanjiran “order”  dari GubernurJenderal VOC untuk menumpas bebeberapa pergolakan rakyat di belahan Nusantara seperti di Jambi, Palembang, Jawa Timur dan Banten.
Dari situlah, karier militernya berjalan makin bagus. Salah satu prestasi militer yang menjadikan bintang Sangadji makin kinclong di hadapan VOC adalah saat ia berhasil memadamkan sekaligus menangkap Trunojoyo, seorang Madura yang melakukan pemberontakan besar terhadap kekuasaan Sultan Amangkurat II yang didukung oleh VOC.
Atas berbagai “prestasi” itu, adalah wajar jika kemudian Sangadji tampil sebagai serdadu kesayangan Gubernur Jenderal Cornelis Janszoon Speelman. Begitu sayangnya Speelman kepada putra Malukut ersebut, hingga ia menganugerahkan medali berbentuk rantai kalung emas(seharga 300 ringgit) dan menganugerahkan sebidang tanah di kawasan Pantai Marunda.Posisi inilah yang konon menjadikannya dipanggil sebagai Jonker yangartinya raja muda.
Namun tentu saja tidak berarti kejayaan Kapiten Jonker berjalan mulus. Demi menyaksikan kesuksesan Jonker, diam-diam ada perasaan dengki di kalangan serdadu Belanda totok. Menurut mereka, sehebat apapun Jonker, ia tetap seorang inlander (bumiputera) yang tak berhak memiliki jabatan tinggi. Sebuah sikap sok superior khas orang-orang kulit putih
Menurut sejarawan Van der Chijs, memang ada satu kelompok serdadu VOC yang  tak senang dengan situasi tersebut. Mereka memendam perasaan iri  dan dengki yang berkarat kepada Jonker. Klik tentara VOC itu dipimpin oleh seorang perwira sekaligus anggota Dewan Hindia. Namanya Isaac de Saint Martin.
Isaac adalah tipikal tentara politis yang memiliki kepandaian berstrategi. Ketika Jonker ada di puncak kesuksesannya, ia tidak memperlihatkan sikap dengkinya itu. Namun pasca meninggal Speelman pada 1884, mulailah ia dan kelompok intelejennya menyebar gossip: Jonker sedang mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan VOC di Batavia. Ia disebutkan  ingin membunuh semua orang-orang Belanda di Batavia karena mereka beragama Kristen. “ Itu jelas sebuah tuduhan yang sangat serius  di Batavia saat itu, karena akan berakibat hukuman mati,”tulis Van der Chijs.

Akhir Tragis Penguasa Marunda
Jonker bukan tidak mengetahui soal gosip miring tentang dirinya. Dari tempat tinggalnya di Marunda, ia dan kelompoknya berusaha sekuat tenaga menyangkal semua yang dituduhkan kepada mereka. Dan memang secara logis, adalah konyol jika Jonker ingin melakukan pemberontakan, mengingat begitu kuatnya kedudukan Pemerintah Pusat di Batavia saat itu.
Namun pengaruh Issac de Saint Martin terlalu kuat di Batavia. Selain munculnya sentiment rasis di kalangan orang-orang Belanda, bisa jadi itu juga disebabkan oleh kekurangtahuan akan situasi politik dari Gubernur Jenderal Johannes Camphuys yang baru saja menggantikan Gubernur Jenderal Speelman yang mati mendadak. Akibatnya  mau tidak mau, Jonkerpun harus menjadi korban intrik politik para perwira Belanda.
Tahun 1688, Pemerintah Pusat di Batavia mulai mengawasi dan menyempitkan gerakan Jonker. Beberapa fasilitas yang didapatnya dari Speelman mulai dilucuti. Di lain pihak provokasi terus dilakukan oleh Issac de Saint Martin dan kliknya di tubuh Angkatan Perang VOC. Setahun kemudian, mungkin karena tidak kuat lagi dengan berbagai tekanan, intrik dan pengawasan , Jonker dan kelompoknya terprovokasi untuk menyerang Batavia.
Penyerangan itu memang gagal, karena saya pikir Jonker melakukannya setengah hati. Tidak disebutkan jumlah korban yang jatuh dalam penyerangan itu. Namun yang jelas, saat itu Pemerintah Pusat Batavia sendiri seolah-olah“memaafkan” ulah Jonker tersebut. Rupanya itu hanya “tipu-tipu gaya Holland” semata. Setelah berhasil mendinginkan Jonker dan pasukannya, beberapa harikemudian Angkatan Perang VOC justru mengirimkan ratusan pasukannya lewat darat dan laut. Marunda dikepung dari tiga penjuru.
Malangnya, Kapiten Jonker tidak menyadari kelicikan orang-orang Belanda itu. Alih-alih bersiap siaga, konon sambil tertawa-tawa ia malahmenyambut kedatangan Kapiten Wan Abdul Bagus dan kawan-kawannya tersebut. Kapiten Wan Abdul Bagus atau Cik Awan adalah komandan Pasukan Melayu VOC, yang bermarkas di suatu tempat yang sekarang bernama Cawang, Jakarta Timur. Menurut Alwi Shahab dalam Robin Hood dari Betawi, nama Cawang sendiri diambil dari  namanya yang sering dipanggil dengan istilah Melayu: Cik Wan.
Saat bersendagurau itulah, tiba-tiba sebutir peluru dari penembak runduk (sniper) VOC menghantam tubuh Jonker. Si Kapiten Maluku itu pun tewas seketika. Seiring dengan terbunuhnya Jonker, ratusan pasukan VOC secara kilat menyerbu posisi Pasukan Ambon yang sama sekali tidak sedang siap siaga. Akibatnya 130 prajurit Ambon terbantai dan mayatnya bergelimpangan di tepi Pantai Marunda.
Mayat Kapiten Jonker sendiri dievakuasi ke Batavia. Kepala jagoan Pasukan Maluku itu dipenggal dan sempat dipamerkan di kawasan Kota (Nieupoort). Setelah puas, barulah jasadnya dibawa kembali ke Marunda dan dimakamkan tepat di sebuah tepi Pantai Marunda, bekas tempat tinggalnya.
Gedung munggil bertembok kusam itu terpuruk di sudut Pelabuhan Alfa Pejongkeran, Marunda. Catnya yang bercorak merah putih sebagian mulai terkelupas dimakan waktu. Inilah saksi bisu dari pengkhianatan VOC kepada abdinya yang paling setia dan berjasa.(hendijo)

Kamis, 16 April 2015

Rapat Security Commitee bahas Keamanan Bandara SHIAM

Media Pembaharuan Maros,– Pagi sekitar pukul 09.00 WITA (15/4/2015) Kapolres Maros menghadiri Rapat Komite Keamanan Bandar Udara Airport Security Commitee Meeting di ruangan SSK Kantor Cabang Angkasa Pura 2, acara yang dihadiri langsung oleh GM Angkasa Pura 1 Bapak Yanus Prayogi, Wakil dari Ka Otban Kabid KUK Bapak Harjoko membahas tentang beberapa hal penting terkait dgn keamanan Bandara Sultan Hasanuddin Maros.
Dalam rapat ini hadir Pula Dandim 1422 Letkol Inf. Sunarto, S.Pd, Wakil dari Dan Lanud HND Mayor Pom Maskur, Manager MATSC, serta para anggota yang tergabung dalam Komite Keamanan Bandar Udara Airport Security.
IMG_20150416_170856Pembahasan yang berlangsung kurang lebih 2 jam ini memaparkan beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain Penerapan PAS yang akan berlaku online, permasalahan Taxi Gelap dan Pengamanan Akses Masuk Bandara (Airside), dari Kapolres Maros sendiri AKBP C.F. Hotman Sirait, SIK, SH membahas tentang kecelakaan kerja yang baru saja terjadi di Hanggar baru yang menelan korban, Meminta pemisahan akses area khusus VVIP di bandara sehingga terdapat pemisahan antara penumpang umum dan VVIP serta pemberian reward terhadap personil AVSEC (Security Bandara) yang menemukan narkoba dalam bawaan penumpang.
“Rapat ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam peningkatan pelayanan yang baik terhadap penumpang serta juga untuk meningkatkan sistem keamanan Bandara Int. Sultan Hasanuddin Maros yang dimana bandara ini merupakan bandara yang sudah dikategorikan bandara penerbangan Internasional” Tutur Kapolres Maros saat ditemui di Ruangannya di Mapolres Maros (pmw-1)Sumber : Humas Polres Maros

Rabu, 15 April 2015

Akhirnya Titiek Soeharto Memberi Bocoran Kenapa Tommy Sampai Marah Pada Yorrys

Media Pembaharuan Jakarta,- Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Siti Hediati Haryadi atau yang lebih dikenal Titiek Soeharto menganggap wajar bila adiknya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto marah besar kepada pihak-pihak yang mengacak-acak partai yang didirikan mendiang ayahnya itu. Titiek menyampaikan hal itu terkait cecuit Tommy melalui akunnya di Twitter yang mengecam tindakan Ketua AMPG, Yorrys Raweyai saat menggeruduk ruang Fraksi Partai Golkar DPR beberapa waktu lalu.
“Ya tentu saja (Tommy) marah ya. Ini kan partai kita semua, partai besar tapi kok diacak-acak,” kata Titiek saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/4).
Foto Andi Baso Pawiloi. Titiek mengungkapkan, keluarga besarnya di Jalan Cendana, Jakarta Pusat telah bertemu dengan Aburizal Bakrie alias Ical selaku ketua umum Partai Golkar hasil musyawarah nasional (munas) di Bali. Pertemuan itu digelar untuk membahas konflik internal di Golkar.
“Kami sekeluarga yang undang Pak Ical atas nama partai, untuk mengetahui apa yang terjadi di Golkar. Apa yang bisa kita sinergikan untuk menyelesaikan itu semua. Alhamdulillah beliau-beliau mau datang ke tempat kita makan siang,” jelas Titiek tanpa merinci isi pertemuan itu.
Apakah dalam pertemuan itu Tommy juga menyampaikan keinginan untuk aktif kembali di Golkar? Titiek mengatakan, adiknya adalah pengurus DPP Golkar hasil munas Bali.
“Sebetulnya Tommy di kepengurusan Bali dia masuk wantim (dewan pertimbangan),” jawab Titiek, sembari berharap dengan keterlibatan Tommy, konflik partainya bisa segera diakhiri.

Panglima TNI : Jajaran Penerangan TNI Harus Bangun Komunitas dengan Media

Media Pembaharuan Jakarta,- Guna kepentingan diseminasi informasi bagi penguatan TNI, Counter Opini dan proteksi, Pusat Penerangan di jajaran TNI harus bisa membangun komunitas dengan media sekaligus menjadi wahana penguatan kapasitas sumber daya manusia penerangan TNI. Demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko di depan peserta Rapat Koordinasi Teknis Penerangan (Rakornispen) TNI tahun 2015, bertempat di Aula Gatot Subroto Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Selasa (14/4/2015).
“Peran media di era globalisasi saat ini adalah suatu keniscayaan, sehingga apa yang ada di media akan mempengaruhi realitas subyektif interaksi antar organisasi atau interaksi sosial pelaku organisasi di masyarakat”, tambah Panglima TNI.
media tniLebih lanjut Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, berangkat dari besarnya peran media dalam mempengaruhi peran publik, Pusat Penerangan TNI dan Penerangan Angkatan sangat perlu memikirkan strategi dan sistem diseminasi informasi dan proteksi organisasi secara akurat dan berkualitas terlebih dihadapkan kepada globalisasi media yang tak terelakkan lagi.
“Pendekatan profesional harus menjadi kata kunci dalam pengembangan kapasitas, kapabilitas dan kreatifitas personel penerangan termasuk kapasitas dan naluri intelejen yang harus dimiliki personel penerangan TNI, guna dapat membaca setiap kecenderungan yang berkembang. Untuk itulah saya sekarang ini memobilisasi penerangan TNI agar dapat digerakkan”, ujar Panglima TNI.
“Dengan kapasitas dan naluri intelijen, lembaga penerangan di jajaran TNI harus dapat memanfaatkan munculnya lembaga-lembaga Media Wacth, yang keras terhadap pers negatif sebagai jawaban terhadap maraknya penerbitan pers kuning, Massen Presse dan Geschaff Presse”, tegas Panglima TNI.
Dalam kesempatan tersebut Panglima TNI  berharap, agar mulai saat ini masing-masing jajaran penerangan untuk melakukan perubahan di unit kerjanya, dan tunjukan kalian bisa berprestasi di tengah-tengah kekurangan yang kalian hadapi. Jadikan tantangan sebagai suatu kebutuhan kebutuhan. “Perwira penerangan jangan ragu-ragu untuk memuat berita TNI sebanyak-banyaknya di media. Tidak usah takut nanti dimarahi, dan kalau ada kekurangan-kekurangan itu nanti urusan saya yang menyelesaikan”, tegasnya.
Rakornispen TNI tahun 2015 yang berlangsung selama satu hari mengambil tema “Mewujudkan Interoperabilitas Jajaran Penerangan TNI Guna Mendukung Tugas Pokok”, diikuti 132 personel, terdiri dari 13 personel Mabes TNI, 50 personel TNI AD, 38 personel TNI AL, 16 personel TNI AU, 5 personel Peninjau dan 13 personel undangan, menghadirkan tiga narasumber yaitu Budiarto Shambazy (Wartawan Senior Kompas), Effendi Gazali (Pakar Komunikasi) dan Balques Manisang (News Anchor tvOne).
Turut hadir dalam acara tersebut, para Asisten Panglima TNI, Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Fuad Basya, Kadispenad Brigjen TNI Wuryanto, Kadispenal Laksma TNI Manahan Simorangkir dan Kadispenau Marsma TNI Hadi Tjahjanto.
Short URL: http://jurnalpatrolinews.com/?p=73628

Panglima TNI Tegaskan Istri Prajurit TNI Boleh Jadi Bupati/Walikota

Media Pembaharuan Jakarta,- Mulai sekarang, istri para Prajurit TNI diperbolehkan untuk melakukan kegiatan politik, sehingga nanti ada yang bisa menjadi Bupati atau Gubernur. Sesuai dengan Surat Telegram Panglima TNI Nomor : ST/1378/XI/2014 tanggal 24 November 2014, Panglima TNI telah membuat kebijakan baru yaitu memberikan/mengembalikan hak politik bagi para istri-istri Prajurit TNI. Demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko selaku Pembina Utama Dharma Pertiwi pada acara Hari Ulang Tahun (HUT) Dharma Pertiwi ke-51, di Balai Sudirman Jakarta Selatan, Rabu (15/4/2015).
 
Panglima TNI menegaskan bahwa, di dalam Undang-Undang yang dilarang berpolitik praktis adalah prajurit TNI, sedangkan bagi istri Prajurit TNI tidak ada larangan dan hal tersebut diperbolehkan. Untuk itulah pada musyawarah nasional ke-12 beberapa waktu yang lalu, hal ini sudah dimasukkan dalam agenda program, untuk mempertegas dan memperjelas posisi istri Prajurit TNI boleh menggunakan hak politiknya.
 
Dalam kesempatan ini Panglima TNI mengucapkan terima kasih kepada para mantan Ketua Umum Dharma Pertiwi yang telah memberikan pijakan kuat di dalam membangun organisasi Dharma Pertiwi. “Dharma Pertiwi sampai saat ini telah eksis dengan baik dan sejalan dengan tugas pokok Panglima TNI”, ujarnya.
 
Lebih lanjut Jenderal TNI Moeldoko menyampaikan bahwa, tugas pokok Panglima TNI itu ada yang namanya Tugas Komando, yaitu: Pertama, tugas menyiapkan pasukannya agar siap tempur. Kedua, menjaga dan meningkatkan kesejahteraan. Ketiga, menjaga dan memelihara kesejahteraan prajurit dan keluarganya”, ungkap Jenderal TNI Dr. Moeldoko.
 
Sementara itu, Ketua Umum Dharma Pertiwi Ibu Koes Moeldoko dalam sambutannya menyampaikan, bahwa lima puluh satu tahun bukanlah waktu yang pendek. Perjalanan panjang pengabdian Dharma Pertiwi sebagai organisasi kemasyarakatan tetap konsisten dalam memperhatikan, membantu meningkatkan kepedulian sosial, pendidikan, dan kesejahteraan prajurit TNI beserta keluarganya. “Setiap kita memperingati hari ulang tahun, maka kita selalu bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena masih diberikan kesempatan untuk melakukan instrospeksi dan evaluasi diri, terhadap apa yang telah kita laksanakan selama ini”, ungkapnya.
 
“Kesempatan ini hendaknya tidak dipandang sebagai kegiatan seremonial semata, akan tetapi justru saat inilah waktu yang tepat untuk memberikan makna yang lebih dalam dengan mengambil hikmah ulang tahun, sehingga dapat terus meningkatkan semangat serta komitmen pengabdian dalam memajukan organisasi Dharma Pertiwi”, tegas Ibu Koes Moeldoko.
 
Lebih lanjut Ibu Koes Moeldoko mengatakan bahwa peringatan HUT ke-51 Dharma Pertiwi tahun ini, mengetengahkan tema “Dengan Semangat Kebersamaan dan Kekeluargaan, Dharma Pertiwi Bertekad Meningkatkan Kepedulian Sosial, Pendidikan dan Kesehatan Guna Mewujudkan Kesejahteraan Keluarga TNI”. Tema ini membulatkan tekad segenap warga Dharma Pertiwi untuk lebih peduli kepada masalah-masalah sosial  guna meningkatkan kesejahteraan keluarga TNI pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
 
Adapun rangkaian kegiatan untuk memeriahkan HUT ke-51 Dharma Pertiwi, yaitu pemberian bantuan kepada anggota yang sakit, mengadakan Bakti Sosial dan Pengobatan Massal di daerah Serang Banten, pemberian bantuan Mobil Ambulance ke Rumah Sakit TNI, memberikan santunan kepada Warakawuri dan Anak Yatim, serta melaksanakan Donor Darah. Selain itu, dilaksanakan juga olahraga bersama Bola Volly, Pingpong dan Woodball. (red)














Senin, 13 April 2015

Bupati Maros Mutasi Kepala Sekolah


Foto PenggunaMedia Pembaharuan Maros,- Bupati Maros M Hatta Rahman memutasi dan melantik 88 kepala SD dan SMP se-Kabupaten Maros. Hatta Rahman menegaskan, mutasi dilakukan terkait Peraturan Kementrian Pendidikan Nasional (Permendiknas) yang mengharuskan mengganti ataupun memutasi kepala sekolah yang menjabat cukup lama.
Sebanyak 88 kepala sekolah itu terdiri atas 15 kepala SMP dan 73 kepala SD. Mereka dilantik di ruang pola Kantor Bupati Maros, Senin (13/04/2015). Hatta juga melantik tiga pengawas sekolah.
Dari 88 kepala sekolah, enam kepala sekolah diturunkan jabatannya menjadi guru biasa. “Sesuai Permendiknas, pemerintah harus memutasi kepala sekolah yang telah menjabat sebanyak dua periode. Bagi kepala sekolah yang memiliki prestasi baik dan telah menjabat dua periode, dimutasi lagi menjadi kepala sekolah yang memiliki akreditasi rendah,” kata Hatta.
Hatta menyebutkan, rencana mutasi kepala sekolah sudah direncanakan sejak tahun 2012. Setelah itu, Pemerintah Kabupaten Maros masih akan melakukan mutasi kepala sekolah tingkat SMA pekan depan. Mutasi dilakukan setelah ujian nasional berakhir.(*)

Suami Tewas Gantung Diri, Istri Histeris

Media Pembaharuan Makassar,- Jufri (33) warga Jalan Rege Tiga, Kelurahan Wala-walaya, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan ditemukan tewas gantung diri di dalam kamarnya, Sabtu sore (11/4/2015).
Foto Andi Baso Pawiloi. Sang istri langsung histeris melihat suaminya telah tewas tergantung bahkan seorang saudara almarhum jatuh pingsan.
Diduga almarhum yang sehari harinya bekerja sebagai buruh bangunan ini mengakhiri hidupnya lantaran kehidupan ekonomi sehari harinya tidak mencukupi.
Aras salah seorang saksi mata mengaku melihat almarhum Jufri telah tewas tergantung setinggi dua meter di dalam kamarnya yang terkunci.
Kapolsekta Tallo Kompol Woro Susilo mengaku telah mendapatkan laporan dari keluarga almarhum dan tewasnya Jufri ini masih dalam penyelidikan pihak berwajib.
Sementara itu jenazah almarhum masih berada di rumah duka di Jalan Rege Tiga dan akan dimakamkan di Pemakaman Boroangin di Jalan Panampu Kecamatan Tallo, Makassar Minggu 12/4.

Kuli Bangunan Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal

Media Pembaharuan Makassar,- Salah seorang warga, di Kota Makassar, tewas ditembak di Jalan Sultan Alauddin, Makassar,(13/4). Hingga kini, belum diketahui siapa penembak misterius tersebut.
Berdasarkan informasi yang terhimpun, diketahui korban bernama Mukram Muchtar (21), warga Alauddin Empat, Kota Makassar. Korban merupakan seorang kuli bangunan.
Foto Andi Baso Pawiloi. Penembakan korban membuat pihak keluarga bersedih. Mereka tidak pernah menyangka, jika korban akan meninggal dengan cara mengenaskan seperti itu. Saat ini, jenazah korban sudah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.
Hasil pemeriksaan medis sementara, diketahui penembakan mengenai perut sebelah kanan korban, setelah sebelumnya peluru menembus bagian bawa ketiak sebelah kiri korban. Saat dibawa ke rumah sakit, peluru itu masih bersarang diperut korban.
Ratusan kerabat dan keluarga korban yang mengetahui kejadian ini, tak kausa menahan tangis begitu melihat jasad anak kedua, dari lima bersaudara ini, di RSUD Bhayangkara Makassar.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata, pelaku penembakan di Jalan Sultan Alauddin itu berjumlah dua orang. Mereka menggunakan sepeda motor dan berboncengan. Kini, kasus tersebut diselidiki aparat kepolisian dari Polsek Tamalate.

Minggu, 12 April 2015

Ritual Sakral Angngaru Pada Silaturahmi di Malino

Media Pembaharuan Gowa,- Pada hari minggu, tanggal 12 April 2015 kemarin, Andi Maddusila mengadakan silaturahmi adat di Malino yang dirangkaikan dengan acara adat yang dikenal dengan nama Angngaru’. Angngaru’ merupakan ritual khusus yang juga merupakan ikrar atau sumpah setia kepada Rajanya. Angngaru’ ini berasal dari kata Aru’ yang diartikan bahasa Indonesa berarti melakukan “amuk”. Akan tetapi jika, kita melihat esensi dari arti Angngaru’ atau Aru’ itu sendiri, maka kita bisa mendapatkan kesimpulan bahwa arti dari Angngaru’ atau Aru’ adalah sebuah ikrar atau janji setia yang dilakukan oleh seorang to barani (prajurit atau panglima perang) dihadapan Rajanya.
anngaru1
Sebelum kita berlanjut mengenai kegiatan silaturahmi ini, kita akan sedikit membahasa mengenai budaya adat dari Gowa ini yaitu Angngaru’. Angngaru’ atau aru’ ini dimaksudkan untuk menunjukkan kesetian bawahan terhadap pimpinannya. Angngaru’ atau Aru’ sendiri jika diartikan secara lengkap dalam bahasa Indonesia adalah seorang To Barani (bahasa bugis prajurit pemberani) mencabut badiknya sambil menyanyikan dengan garang syair-syair sakral Angngaru’ (lihat syairnya dibawah) dihadapan sang Pemimpin atau Raja, To Barani yang sedang melakukan ritual adat yang sakral ini konon katanya tidak mempan oleh besi. Orang yang melakukan ritual ini bahkan menusukkan badik (senjata tajam khas bugis) ke leher atau tubuh mereka, namun badik yang tajam itu tidak dapat melukai sang To barani sedikit pun. Ritual Angngaru’ atau Aru’ ini diiringi dengan irama ganrang tunrung pakanjara’ (gendang tabuh amuk).
Di bawah ini Anda bisa melihat video ritual Angngaru’ ketika menyabut sang Raja Gowa yang ke 37 yaitu Andi Maddusila beserta syair dari Angngaru’ itu sendiri.
Syair Angngaru’ (Aru’)
Bismillahir rahmanir rahiim
Ata, karaeng
Tabe’ kipammopporang mama’
Ri dallekang labbiritta, ri sa’ri karatuanta, ri empoang matinggita
(Bismillahir rahmanir rahiim
Hamba, Sang raja
Permisi maafkan hamba
Didepan kemulian baginda, di samping kegembiraan Baginda, ditempat duduk tertinggi baginda)
Inakke mine karaeng, lapunna Moncongloe
Nakareppekangi sallang karaeng…, Pangngulu ri barugayya…
Nakatepokangi sallang karaeng…, Pasorang attangnga parang…
(Sayalah baginda, ayam jantan dari Moncongloe
Memecahkan nanti baginda,… hulu [hulu badik] di istana…
Mematahkan nanti baginda,… gagang tombak di tengah medan [medan pertempuran]….
Inai-inaimo sallang karaeng…, Tamappattojengi tojenga, Tamappiadaki adaka,
Kusalaagai sirinna, kuisara parallakkenna…
Berangja kunipatebba, pangkulu’ kunisoeyyang
(Siapa-siapa saja baginda…., yang tidak menjunjung kebenaran, yang tidak menjujnjung adat,
Saya Bajak kolong rumahnya, ku garuk rumahnya….
Saya lah parang siap ditebaskan, gagang [gagang pedang] siap di kibaskan)
Ikau anging karaeng, naikambe lekok kayu
Mirikko anging namarunang lekok kayu
Iya sani madidiyaji nurunang…
(Engkau angin baginda, dan hamba adalah daun kayu
Semilirlah angin yang menjatuhkan daun kayu
Daun kuning-lah engkau jatuhkan…)
Ikau je’ne’ karaeng, naikambe batang mammayu
Solongko je’ne’ namammayu batang kayu
Iya sani sompo bonangpi kianyu…
(Engkau Air baginda, dan hamba adalah sebongkah batang kayu yang hanyut
Mengalirlah air, menghayutkan sebongkah  batang kayu
Dan nanti jika sudah pasanglah air.. sebongkah kayu itu akan hanyut….)
Ikau jarung karaeng naikambe banning panjai’
Ta’leko jarung namminawang bannang panjai’
Iya sani lambusuppi nakontu tojeng…
(Engkaulah Jarum baginda, dan hamba adalah benangnya
Keseberanglah engkau jarum, dan benangnya akan  ikut
Yang luruslah yang benar)
Makkanamamaki mae karaeng naikambe mappa’jari
Mannyabbu’ mamaki karaeng naikambe mappa’rupa
(bertihtahlah baginda, dan hamba akan realisasikan
Menyebutlah baginda, dan hamba akan mewujudkannya)
Punna sallang takammaya aruku ri dallekanta’
Pangkai jerakku, tinra’ bate onjokku
Pauwang ana’ ri boko, pasang ana’ tanjari
Tumakkanayya’ karaeng natanarupai janjinna
(Jika nanti tidak saya mengingkari ikrar ini yang hamba ucapkan di depan baginda
Tandai Kuburanku, patoklah bekas kakiku
Ceritakan kepada keturunan, pesankan kepada seluruh keturunan
Yang berikrar baginda, tapi tidak menepati  ikrarnya)
Sikammajinne aruku ri dallekanta
Dasi nadasi nana tarima pa’ngaruku
Salama’
(demikianlah ikrarku didepan baginda
Semoga ikrar hamba diterima
Selamat)

SEJARAH TENTANG BAHASA INDONESIA

Media Pembaharuan,- Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain, menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089). Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu. Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928). Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Penyebaran Islam Oleh Datuk Sulaiman Atau Datuk ri Patimang

Media Pembaharuan,- Datuk patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam, ke Kerajaan Luwu, Sulawesi sejak kedatangannya pada tahun 1593 atau penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya. Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal dan Datuk ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan.
Mereka menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka berdasarkan keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan atau Bugis/ Makassar ketika itu. Datuk Patimang yang ahli tentang Tauhid melakukan syiar Islam di Kerajaan Luwu, sedangkan Datuk ri Bandang yang ahli fikih di kerajaan gowa dan tallo sementara Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah tiro, Bulukumba.
Pada awalnya Datuk Patimang dan Datuk ri Bandang melaksanakan syiar Islam di wilayah Kerajaan Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di Sulawesi Selatan, Tengah, Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tanah Toraja, dan Kolaka (Sulawesi Tenggara) hingga hingga Poso (sulawesi Tangah).
Seperti umumnya budaya dan tradisi masyarakat nusantara pada masa itu, masyarakat Luwu juga masih menganut kepercayaan animisme/dinamisme yang banyak diwarnai hal-hal mistik dan menyembah dewa-dewa. Namun dengan pendekatan dan metode yang sesuai, syiar Islam yang dilakukan Datuk Patimang dan Datuk ri Bandang dapat diterima Raja Luwu dan masyarakatnya. Bermula dari masuk Islam-nya seorang petinggi kerajaan yang bernama Tandi Pau, lalu berlanjut dengan masuk Islam-nya raja Luwu yang bernama Datu' La Pattiware Daeng Parabung pada 4-5 Februari 1605, beserta seluruh pejabat istananya setelah melalui dialog yang panjang antara sang ulama dan raja tentang segala aspek agama baru yang dibawa itu. Setelah itu agama Islam-pun dijadikan agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam Islam-pun dijadikan sumber hukum bagi kerajaan.
Setelah Raja Luwu dan keluarganya beserta seluruh pejabat istana masuk Islam, Datuk Patimang tetap tinggal di Kerajaan Luwu dan meneruskan syiar Islamnya ke rakyat Luwu, Suppa, Soppeng, Wajo. dan lain-lain yang masih banyak belum masuk Islam. Dikemudian hari sang penyebar Islam itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di Desa Patimang, Luwu.
Sementara itu Datuk ri Bandang pergi dari kerajaan Luwu menuju wilayah lain di Sulawesi Selatan dan kemudian menetap di Makassar sambil melakukan syiar Islam diGowa, Takalar, Jeneponto, dan Bantaeng, lalu dikemudian hari sang ulama itu-pun akhirnya wafat di wilayah Tallo. Sedangkan Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf melakukan syiar Islam di wilayah selatan, Tiro, Bulukumba, yaitu Bantaeng dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantera-mantera. Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro yang kemudian berhasil mengajak raja Karaeng Tiro masuk Islam dikemudian hari juga wafat dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.

Sejarah Suku Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan

Media Pembaharuan,- Melalui pasang, masyarakat Ammatoa menghayati bahwa keberadaan mereka merupakan komponen dari suatu sistem yang saling terkait secara sistemis; Turiek Akrakna (Tuhan), Pasang, Ammatoa (leluhur pertama), dan tanah yang telah diberikan oleh Turiek Akrakna kepada leluhur mereka. Merawat hutan, bagi masyarakat Kajang merupakan bagian dari ajaran pasang, karena hutan merupakan bagian dari tanah yang diberikan oleh Turiek Akrakna kepada leluhur Suku Kajang. Mereka meyakini bahwa di dalam hutan terdapat kekuatan gaib yang dapat mensejahterakan dan sekaligus mendatangkan bencana ketika tidak dijaga kelestariannya. Kekuatan itu berasal dari arwah leluhur masyarakat Kajang yang senantiasa menjaga kelestarian hutan agar terbebas dari niat-niat jahat manusia. Jika ada orang yang berani merusak kawasan hutan, misalnya menebang pohon dan membunuh hewan yang ada di dalamnya, maka arwah para leluhur tersebut akan menurunkan kutukan. Kutukan itu dapat berupa penyakit yang diderita oleh orang yang bersangkutan, atau juga dapat mengakibatkan berhentinya air yang mengalir di lingkungan Tanatoa Kajang. Tentang hal ini, sebuah pasang menjelaskan:
Naparanakkang juku
Napaloliko raung kaju
Nahambangiko allo
Nabatuiko Ere Bosi
Napalolo‘rang Ere Tua
Nakajariangko Tinanang
Artinya:
Ikan bersibak,
pohon-pohon bersemi,
Matahari bersinar,
hujan turun,
Air Tuak menetes,
segala tanaman menjadi subur.
Pasang di atas merupakan gambaran bagaimana masyarakat Kajang menghormati lingkungannya dengan cara menjaga hutan agar tetap lestari. Bagi orang Kajang, tetap terjaganya kelestarian hutan juga merupakan petanda bahwa Ammatoa yang terpilih diterima oleh Turiek Akrakna dan alam. Ammatoa dianggap telah berhasil mengimplementasikan ajaran-ajaran pasang sebagaimana dititahkan oleh Turiek Akrakna. Terlepas dari benar-salahnya ajaran yang diyakini masyarakat Kajang, yang pasti konstruksi mereka tentang hutan yang bersifat sakral tersebut tidak dapat disangkal telah berperan besar dalam menjaga tetap lestarinya kawasan hutan mereka.
Berbicara tentang kearifan ekologis yang dipraktekkan oleh masyarakat Kajang, kita tidak dapat melepaskannya dari sebuah prinsip hidup yang disebut tallase kamase-mase, bagian dari pasang yang secara eksplisit memerintahkan masyarakat Kajang untuk hidup secara sederhana dan bersahaja. Secara harfiah, tallase kamase-mase berarti hidup memelas, hidup apa adanya. Memelas, dalam arti bahwa tujuan hidup warga masyarakat Kajang menurut pasang adalah semata-mata mengabdi kepada Turek Akrakna. Prinsip tallase kamase-mase, berarti tidak mempunyai keinginan yang berlebih dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk makan, maupun dalam kebutuhan pakaiannya. Dengan cara yang demikian, maka keinginan mendapatkan hasil berlebihan dari dalam hutan dapat dihindari, setidak-tidaknya dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga hutan tidak terganggu kelestariannya.
Secara lebih jelas tallase kamase-mase ini tercermin dalam pasang sebagai berikut:
  • Ammentengko nu kamase-mase, accidongko nu kamase-mase, a‘dakkako nu kamase-mase, a‘meako nu kamase-mase artinya; berdiri engkau sederhana, duduk engkau sederhana, melangkah engkau sederhana, dan berbicara engkau sederhana.
  • Anre kalumannyang kalupepeang, rie kamase-masea, angnganre na rie, care-care na rie, pammalli juku na rie, koko na rie, bola situju-tuju. Artinya; Kekayaan itu tidak kekal, yang ada hanya kesederhanaan, makan secukupnya, pakaian secukupnya, membeli ikan secukupnya, kebun secukupnya, rumah seadanya.
  • Jagai lino lollong bonena, kammayatompa langika, rupa taua siagang boronga. Artinya; Peliharalah dunia beserta isinya, demikian pula langit, manusia dan hutan.
Pasang ini mengajarkan nilai kebersahajaan bagi seluruh warga masyarakat Kajang, tak terkecuali Ammatoa, pemimpin tertinggi adat Kajang. Hal ini dapat dipandang sebagai filosofi hidup mereka yang menempatkan langit, dunia, manusia dan hutan, sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam suatu ekosistem yang harus dijaga keseimbangannya.
Masyarakat adat Kajang sangat konsisten memegang teguh prinsip tallase kamase-mase ini. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka mengimplementasikannya dalam praktek hidup sehari-hari sebagai berikut:
  • Bentuk rumah yang seragam, seragam bahannya, seragam besarnya, dan sedapat mungkin seragam arah bangunannya. Keseragaman itu bermaksud menghindari saling iri di kalangan mereka, yang dapat berakibat pada keinginan memperoleh hasil lebih banyak dengan cara merusak hutan.
  • Larangan membangun rumah dengan bahan bakunya batu-bata. Menurut pasang, hal ini adalah pantangan, karena hanya orang mati yang telah berada di dalam liang lahat yang diapit oleh tanah. Rumah yang bahan bakunya berasal dari batu-bata, meskipun  penghuninya masih hidup namun secara prinsip mereka dianggap sudah mati, karena sudah dikelilingi oleh tanah. Apabila diperhatikan hal tersebut lebih jauh, maka sebenarnya pantangan yang demikian bersangkut-paut dengan pelestarian hutan. Bukankah untuk membuat batu-bata, diperlukan bahan bakar kayu, karena proses pembakaran batu-bata memerlukan kayu bakar yang cukup banyak. Dengan pantangan itu sebenarnya memberikan perlindungan pada bahan bakar kayu yang sumber utamanya berasal dari hutan.
  • Memakai pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam untuk pakaian (baju, sarung)  adalah wujud kesamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. Menurut pasang, tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam untuk pakaian (baju dan sarung) menandakan adanya kesamaan derajat bagi setiap orang di depan Turek Akrakna. Kesamaan bukan hanya dalam wujud lahir, akan tetapi juga dalam menyikapi keadaan lingkungan, utamanya hutan mereka, sehingga dengan kesederhanaan yang demikian, tidak memungkinkan memikirkan memperoleh sesuatu yang berlebih dari dalam hutan mereka. Dengan demikian hutan akan tetap terjaga kelestariannya.
Selain ajaran tallase kamasa-mase, masyarakat adat Kajang juga memiliki mekanisme lain untuk menjaga kelestarian hutan mereka, yaitu dengan cara menetapkan kawasan hutan menjadi tiga bagian di mana setiap bagian memiliki fungsi dan makna yang berbeda bagi masyarakat adat. Ketetapan ini langsung dibuat oleh Ammatoa.
Adapun  tiga kawasan hutan tersebut sebagai berikut:
1.      Borong Karamaka atau hutan keramat, yaitu kawasan hutan yang terlarang untuk semua jenis kegiatan, kecuali upacara-upacara adat. Kawasan ini harus steril dari kegiatan penebangan, pengukuran luas, penanaman pohon, pemanfaatan flora dan fauna yang ada di dalamnya, ataupun kunjungan selain pelaksanaan upacara adat. Kawasan borong karamaka ini begitu sakral bagi masyarakat Kajang karena adanya keyakinan bahwa hutan ini adalah tempat tinggal para leluhur orang Kajang. Hal ini diungkapkan secara jelas dalam sebuah pasang, yaitu: “Talakullei nisambei kajua, Iya minjo kaju timboa. Talakullei nitambai nanikurangi borong karamaka. Kasipalli tauwa a‘lamung-lamung ri boronga, Nasaba‘ se‘re wattu la rie‘ tau angngakui bate lamunna” (Artinya: Tidak bisa diganti kayunya, itu saja kayu yang tumbuh. Tidak bisa ditambah atau dikurangi hutan keramat itu. Orang dilarang menanam di dalam hutan sebab suatu waktu akan ada orang yang mengakui bekas tanamannya.
2.      Barong Batasayya atau hutan perbatasan. Hutan ini merupakan hutan yang diperbolehkan diambil kayunya sepanjang persediaan kayu masih ada dan dengan seizin dari Ammatoa selaku pemimpin adat. Jadi keputusan akhir boleh tidaknya masyarakat mengambil kayu di hutan ini tergantung dari Ammatoa. Pun kayu yang ada dalam hutan ini hanya diperbolehkan untuk membangun sarana umum, dan bagi komunitas Ammatoa yang tidak mampu membangun rumah. Selain dari tujuan itu, tidak akan diizinkan.
3.      Borong Luara‘ atau hutan rakyat. Hutan ini merupakan hutan yang dapat dikelola oleh masyarakat. Meskipun kebanyakan hutan jenis ini dikuasai oleh rakyat, namun aturan-aturan adat mengenai pengelolaan hutan di kawasan ini tetap masih berlaku. Ammatoa melarang setiap praktek kesewenang-wenangan dalam memanfaatkan sumberdaya yang terdapat dalam hutan rakyat ini.  
Agar ketiga kawasan hutan tersebut tetap mampu memerankan fungsinya masing-masing, Ammatoa akan memberikan sangsi kepada siapapun yang melanggar ketentuan yang telah dibuatnya itu. Sangsi yang diberikan tidaklah sama, tergantung di kawasan hutan mana orang yang bersangkutan melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan di hutan keramat akan mendapatkan sanksi yang paling berat.
            Maka dari itu marilah kita agar selalu menjaga kelestarian budaya kita bukan cuma didaerah kajang saja tetapi semua budaya-budaya yang ada didunia dengan menanam kembali hutan-hutan yang telah gundul dan tidak melakukan penebangan pohon secara liar. Agar kelak anak cucu kita juga ikut merasakan bagaimana rasanya udara segar itu. 
Karena ada sebuah prinsip yang mengatakan Satu Pohon Sama Dengan Satu Manusia.

Penyebaran Islam Oleh Nurdin Ariyani Atau Datuk Ri Tiro

Media Pembaharuan,- Dari cerita orang tua, bahwa masuknya islam di tanah bugis makassar itu karena datangnya tiga orang ulama yang berasal dari Koto Tangah, Minangkabau. Diantaranya Datuk ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan serta Kerajaan Bima di Nusa Tenggara, sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya. Dato ri Tiro, sesuai dengan budaya di bagian selatan ini, kemudian menyebarkan Islam yang lebih bercorak tasawuf. Dalam penerapannya, beliau tidak terlalu mementingkan keteraturan syariat. Salah satu ajaran beliau yang terkenal adalah “dalam menyusun lima telur, yang pertama diletakkan tidak selalu yang menempati urutan pertama”. Artinya, penerapan lima rukun Islam tidak lah harus berurutan mulai dari syahadat sampai haji. Setiap kita boleh memilih apa yang kita rasa lebih memudahkan. Puasa, jika pun dirasakan lebih mudah daripada shalat, dapat dilakukan terlebih dahulu, demikian pula dengan syariat-syariat yang lain.
    Perlu disampaikan pula bahwa masyarakat daerah ini sangat kuat memegang kepercayaan dinamisme, dan banyak memiliki kesaktian dan jampi-jampi yang mujarab. Menurut kisah yang diteruskan secara turun temurun, Dato ri Tiro memilih daerah Bontotiro pesisir sebagai pusat penyebaran agama Islam. Daerah ini adalah daerah tandus dan berbatu. Beliau kemudian mencari sumber air (karena ternyata daerah ini dialiri oleh sungai bawah tanah dengan kapasitas yang besar), dengan menancapkan tongkat beliau pada batu dan memancarlah air. Sumber air ini kemudian menganak-sungai, yang kemudian disebut dengan Sungai Salsabila, mengambil nama salah satu sungai yang terdapat di Surga.
    Setelah mendapatkan kepercayaan dari seluruh masyarakat di Bontotiro melalui “keajaiban” yang ditampilkannya, beliau kemudian menghadap pada Karaeng Tiro, raja yang berkuasa di daerah ini dengan maksud mengislamkan sang raja. Tapi karena Karaeng Tiro dalam keadaan sakaratul maut, maka Dato ri Tiro langsung menuntun sang raja untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Dalam tiga kali percobaan pengucapan, Karaeng Tiro selalu salah mengucap; “Asyhadu allaa hila hila hilaa”, dan baru pada pengucapan keempat beliau dapat melafazkannya dengan benar. Karena peristiwa ini, dusun tempat tinggal Karaeng Tiro kemudian dinamakan Dusun Hila-Hila. Sampai akhir hayatnya, Dato ri Tiro menghabiskan hidup beliau di dusun ini.
    Dato ri Tiro kemudian melanjutkan dakwahnya menuju daerah Kajang. Daerah ini adalah daerah adat yang diperintah oleh Ammatoa. Daerah ini adalah daerah yang paling kuat memegang adat, bahkan hingga hari ini. Para penduduk daerah ini menggunakan pakaian hitam-hitam dan tidak mengijinkan perkembangan teknologi memasuki daerah mereka. Pada proses dakwahnya, Dato ri Tiro kemudian berhasil mengislamkan daerah ini. Tapi karena proses yang belum selesai, ada beberapa kesalahpahaman yang timbul. Salah satunya adalah kepercayaan penduduk Kajang bahwa Al-Qur’an diturunkan pertama kali di daerah ini, karena Dato ri Tiro membawa Kitab Suci Al-Qur’an ke daerah ini pada saat proses dakwah berlangsung. Hal lainnya adalah falsafah sufi yang mereka pegang kuat; “Sambayang tamma tappu, je’ne tamma luka”, yang artinya “Shalat yang tak pernah putus, wudhu yang tak pernah batal”. Hal ini mengisyaratkan penguasaan hakikat shalat dan wudhu yang mensyaratkan kondisi suci lahir-batin serta menyebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Puasa Ramadhan yang mereka jalani pun cuma tiga hari; awal, pertengahan dan akhir ramadhan saja. Hal ini dapat dimaklumi karena mungkin Dato ri Tiro tidak ingin memberatkan mereka pada awal mereka masuk Islam.
    Demikianlah, dari dusun Hila-hila di Kecamatan Bontotiro ini, Dato ri Tiro menyebarkan cahaya Islam yang sangat inklusif sehingga ajaran-ajaran beliau tentang Islam yang mensyaratkan kebaikan kepada alam semesta dapat terus diamalkan. Setelah beberapa lama melaksanakan dakwah Islam, akhirnya Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro pun wafat di tanah kajang akan tetapi beliau dimakamkan di bonto tiro. Adapun peninggalan-peninggalan beliau adalah Sungai Salsabila yang terus diziarahi pengunjung sampai sekarang, Sumur Limbua di pantai Tiro, serta Makam Dato ri Tiro yang juga tetap diziarahi sampai hari ini. Peninggalan beliau yang dalam bentuk social capital adalah ikatan persaudaraan yang beliau bentuk antara orang Tiro dan orang Kajang; “Kaluku attimbo ri Kajang, bua na a’dappo ri Tiro”, “Pohon kelapa yang tumbuh di Kajang, buahnya dinikmati di Tiro”. artinya : kebaikan yang dilakukan oleh datuk ritiro menciptakan, memupuk  dan mempererat tali persaudaraan antara orang tiro dengan orang kajang.
     Karena itu, upacara akil baligh orang-orang kajang disyaratkan untuk mandi di Sungai Salsabila di Hila-hila.