Media Pembaharuan Maros, - Program sertifikat
tanah kepada masyarakat pesisir dan nelayan di Desa Ampekale Kecamatan
Bontoa Maros terancam batal, lantaran pihak pemerintah di desa tersebut
terkesan mempersulit warga dengan mematok harga Rp200 ribu untuk
mendapatkan program yang dilaksanakan oleh Kementrian Perikanan dan
Kelautan bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasioal (BPN) Maros.
Hal itu dikemukakan oleh salah seorang warga Desa Ampekale, Rajamang
saat ditemui, Rabu (28/1). Ia menilai, mandeknya program tersebut ada
pada Kepala Desa (Kades) sebagai pembuat kebijakan untuk membantu
warganya mendapatkan sertifikat lahan gratis tersebut, sehingga
mempersulit bagi Dinas Perikanan dan Kelautan Maros dan BPN untuk
melakukan proses lebih lanjut bahkan program tersebut terancam batal.
“Kami bersama teman-teman Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah
pernah melakukan penelusuran terkait program ini, baik dari Dinas dan
juga BPN, kami menyimpulkan, bahwa program ini memang dipersulit oleh
Kades, dengan mematok harga Rp200 ribu setiap kepala keluarga serta
tidak mau membuat surat keterangan kepemilikan, Entah apa dan bagaimana
maksudnya,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan
dan Kelautan Maros, H. Abu Saeni saat ditemui menyatakan bahwa
sebenarnya program tersebut sangat mudah saja dijalankan, karena Kepala
Desa punya kewenangan untuk membuat surat keterangan kepemilikan
berdasakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang selama ini
mereka telah bayar. Dimana dengan surat keterangan dari desa itulah yang
menjadi dasar kita untuk melanjutkan verifikasi ke BPN.
“Saya rasa program ini mudah saja dijalankan, karena kuncinya ada di
Kepala Desa, untuk alas haknya berdasarkan SPPT saja untuk dibuatkan
keterangan hak kepemilikan dengan disaksikan oleh masing-masing yang
pihak yang berkompeten, termasuk kepala dusun yang pasti tahu riwayat
tanah diwilayahnya, karena BPN sudah mempermudah itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abu mengaku bahwa program dari kementrian ini akan
dikerjasamakan secara berkelanjutan, namun jika program ini gagal, ia
pastikan tiga desa yang selanjutnya akan mendapatkan program tersebut
terancam ikut batal juga. Olehnya dia mengharapkan agar masalah ini
tidak dibuat sulit oleh Kepala Desa dan memberikan pejelasan kepada
warga dengan baik agar tidak ada tudingan miring yang merusak citra
program dan membawa-bawa nama institusi.
“Soal biaya yang tidak ditanggung dari program ini seperti materai
dan biaya pengukuran, saya yakin tidak akan ada tudingan pungli kalau
hal ini dijelaskan dengan baik kepada warga, makanya kami himbau ke
Kepala Desa agar secepatnya menjalankan program ini, biar programnya
biar berkelanjutan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Desa Ampekale, Abdul Rahim menjelaskan bahwa biaya
Rp200 ribu tersebut adalah biaya untuk mengurus alas hak seperti akte
jual beli dan akte waris serta administrasi lainnya yang diluar
tanggungan BPN, namun ternyata hal tersebut menurut Dinas tidak
diperlukan lantaran BPN sudah memberikan kebijaksanaan dengan Surat
keterangan kepemilikan dari Kepala Desa yang diketahui oleh semua pihak
agar dikemudian hari tidak ada masalah. (ABS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar